Prospek harga batu bara global diperkirakan mengalami tekanan pada 2025 seiring dengan proyeksi permintaan yang melandai. Berdasarkan data Refinitiv, harga batu bara acuan Newcastle pada Jumat (10/1) tercatat sebesar US$113,5 per ton, turun 8,1% dalam sepekan.
Penurunan itu mencerminkan tren melemahnya permintaan batu bara di pasar global. Menurut Badan Energi Internasional (IEA), konsumsi batu bara dunia pada 2025 diperkirakan hanya tumbuh 0,34% year-on-year (yoy) menjadi 8.801 juta ton, melanjutkan pola stagnasi yang sudah terlihat sejak 2023.
Sebagai konsumen terbesar batu bara dunia, China diprediksi mencatatkan konsumsi sebesar 4.940 juta ton pada 2025, hanya bertambah 1 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan minim tersebut disebabkan oleh pengembangan energi hijau, seperti tenaga surya dan angin, yang semakin mendominasi pasar energi domestik.
India, konsumen terbesar kedua, diperkirakan mengonsumsi 1.363 juta ton, naik 3,65% dari 2024. Namun, pengembangan energi terbarukan juga menjadi fokus utama negara tersebut. Hingga Agustus 2024, India telah menambah kapasitas energi terbarukan sebesar 10 GW, dengan target mencapai 35 GW pada Maret 2025.
Kontribusi energi terbarukan terus meningkat, terutama di China. Pada Agustus 2024, produksi tenaga surya melonjak 21,7%, sementara tenaga angin naik 6,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Proyek ambisius seperti pembangunan pembangkit listrik besar di Gurun Taklamakan semakin menegaskan transisi energi global.
Prospek Harga Batu Bara
Bank Dunia memperkirakan harga batu bara global pada 2025 akan rata-rata berada di angka US$120 per ton, turun sekitar 12% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini seiring dengan moderasi permintaan dari China dan India.
Meski sempat mencapai puncaknya pada 2023-2024, prospek harga batu bara pada 2025 mencerminkan pergeseran menuju energi bersih yang kian tak terelakkan.
Demikian informasi seputar prospek harga batu bara di 2025. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Mehranschool.Org.