Terupdate, Tradisional

Kolaborasi Sanggar Kayonan Penyuluh Bahasa Bali Pentaskan Cetik Gumi

Pesta Kesenian Bali ke-40, Sanggar Kayonan ini bukan sekedar hiburan namun juga kental akan pesan kehidupan.  Parade Drama Gong mengangkat lakon menarik dalam pementasan dengan judul “Cetik Gumi”.  Uniknya Sanggar Kayonan Semarapura melibatkan Penyuluh Bahasa Bali di Klungkung dalam pementasan.

Sukses di pentaskannya “Cetik Gumi” ini mendapat apresiasi dari para penonton yang memadati kalangan Ayodya. Pertunjukan drama gong tersebut menanamkan semangat untuk siapa saja yang menyaksikannya. Bukan  hanya sekedar hiburan semata, makna yang ada didalam pementasan tersebt sangat dalam dan kental akan pesan kehidupan. Para penonton bertahan hingga akhir pertunjukan dikarenakan melihat pertunjukan yang sangat memukau.

Pelatih sanggar kayonan, Rai Kalam yang sekarang usianya sudah tidak muda lagi namun tanggung jawab bathin masih dirasakannya. 1976 dirinya sudah beradu peran dalam pertunjukkan drama gong sebagai Patih Anom, rasa syukur yang dalam beliau sampaikan karana lama berkecimpung dalam kesenian tersebut. Seni Drama Gong adalah seni yang membesarkan namanya.

Drama gong saat ini dilanjutkan oleh yang muda, meski begitu Rai Kalam masih aktif membina Sanggar tersebut. Selain anak sangar pementasan Drama Gong juga melibatkan empat orang penyuluh bahasa Bali. Tidak main main keempat orang tersebut memainkan tokoh penting yaitu Patih Anom, Permaisuri, Dadang Kliwon, dan Dayang.

Sedikit Cerita tentang Lakon ‘Cetik Gumi’ yaitu mengisahkan, setelah bercerai lebih dari 25 tahun lamanya dengan Raja Wijaya Tanu di Kerajaan Padang Bulan, Datu Regek berniat membalaskan dendamnya karena tidak terima dengan pengusiran dirinya atas tuduhan menguasai ilmu hitam. Datu Regek menugaskan Dadong Kliwon, sisia terbaiknya untuk mencari kelemahan Kerajaan Padang Bulan. Kemudian penantian panjang pun nyaris menuai hasil. Saat itu, Putra Mahkota Padang Bulan, Raden Aradya Tanu secara tidak sengaja terjebak dalam kekuatan sihir Dadong Kliwon. Inilah kemudian menjadi pematik api pertikaian, perseteruan antara pengusung kebijakan dan ilmu sihir.

Menurut Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung, I Wayan Artha Dipta SPdB, tema drama gong yang berlatarkan istana sentris memiliki keterkaitan dengan penggunaan Sor Singgih Bahasa Bali. Karena itu, beberapa penyuluh yang dianggap memiliki potensi, peran, akting dan dalam bertata bahasa, akhirnya diikutsertakan dalam parade drama gong itu.